Friday 29 June 2012

Review: SOEGIJA


Judul bisa menipu. Itulah kalimat pertama yang terpikirkan setelah menonton film 'Soegija' sore tadi. Waktu kemarin saat liat iklannya sebelum nonton film 'The Avengers' dan membaca review nya di beberapa surat kabar, rasa-rasanya film 'Soegija' bakalan menampilkan sebuah cerita yang apik nan menarik tentang kehidupan seorang uskup pertama di tanah jawa. Namun dalam kenyataannya tokoh Soegija sendiri dalam penampilannya hanya memiliki porsi tak lebih dari 40% dari keseluruhan film.

Menurut saya pribadi, dengan tidak meragukan kecerdasan Garin Nugroho dalam membuat berbagai film sebelumnya, film 'Soegija' ini tidak lebih sebuah film yang kehilangan arah. Semua tokoh dibiarkan memiliki permasalahan sendiri-sendiri tanpa satupun menginginkan untuk menyatukan permasalahan mereka.

Kehadiran Butet Kertaradjasa dan seorang pemain yang sayang saya tidak tau namanya (yang di film ini selalu berlagak jagoan dan sangat senang ketika bisa membaca kata 'merdeka'), sangat dapat menyejukkan dan menghilangkan sedikit kekecewaan. Guyonan dan candaan mereka seakan tidak ada habisnya.

Namun dengan budget yang konon katanya mencapai 12 milyar, 'Soegija' sebenarnya bukan sebuah film yang sia-sia jika dilihat dari sinematografinya. Semua pemain ditata dengan apik. make up, tampilan dan setting sangat memanjakan mata. Selain itu penggunaan empat bahasa (Indonesia, Belanda, Jawa, dan Jepang) dalam film ini juga memberikan penilaian lebih.

Ada beberapa pesan dari film 'Soegija' yg dapat dijadikan pembelajaran. Salah satunya adalah sebagai berikut:

"Di masa kemerdekaan ini, kita tidak cukup hanya hidup dengan cinta dan perhatian, tetapi kita harus berperang dengan lemah lembut demi satu kata KEMANUSIAAN."

Karena merasa sudah merdeka, hidup dengan bebas dan merdeka, tetapi kita lupa bahwa ada satu hal yang penting kita lakukan yaitu berjuang demi kemanusiaan, sehingga semua manusia merasa dimanusiakan dan ikut merasakan kemerdekaan itu sendiri, khususnya bagi orang-orang yang miskin dan menderita di sekitar kita, yang tidak pernah merasakan kemerdekaan itu sendiri.