Halo.. Dalam tulisan
saya kali ini, saya ingin menuliskan kembali mengenai Paparan Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dalam audiensi PPG di
Aula Gedung F FKIP UNS, 9 Juni 2014 lalu. Tapi sebelum masuk pada poin-poin
yang disampaikan beliau, sebelumnya saya ingin menyampaikan pendapat saya
terkait PPG. Karena sejak Program Profesi Guru menjadi trending topic di kalangan mahasiswa FKIP saya belum sekalipun
mengeluarkan pendapat saya terkait hal tersebut.
Sejujurnya Program
Profesi Guru (selanjutnya saya sebut PPG) merupakan jawaban dari pertanyaan
saya ketika dulu saya duduk di semester tiga. Pada saat itu saya mendapat mata
kuliah PROFESI KEPENDIDIKAN. Di dalam mata kuliah itu, dosen saya Prof. Dr. Suharto,
M. Pd. berkali-kali menyebutkan bahwa guru merupakan sebuah profesi. Yang ada
dalam benak saya kala itu, jika guru memang sebuah profesi mengapa tidak ada
pendidikan profesi untuk guru seperti halnya cabang ilmu lain seperti dokter,
apoteker, advokat, dan akuntan. Hingga akhirnya beberapa waktu setelah saya
mendapat mata kuliah itu muncullah desas desus akan diadakannya Program Profesi Guru.
Dalam hati saya bahagia karena pada akhirnya profesi masa depan saya mendapat
‘perlindungan’. Ya ‘perlindungan’ karena untuk menjadi guru yang notabene
bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa, harus melalui tahapan yang
ketat. Dan yang lebih melegakan lagi, menurut informasi yang saya dapatkan
bahwa untuk mengikuti PPG, calon guru harus bersaing dengan keketatan setara
CPNS. Dengan begitu menurut hemat saya PPG adalah sebuah penyaringan obyektif
untuk menjadi tenaga guru.
Dengan proses seleksi
mengikuti PPG yang ketat, daripada berargumen untuk meniadakan PPG, akan lebih
bijak mungkin jika perekrutan mahasiswa FKIP yang menjadi sorotan. Bapak Furqon
Hidayatulloh dalam audiensi PPG yang lalu menyebutkan bahwa lulusan FKIP di
seluruh Indonesia per tahun mencapai 300,000 sedangkan kebutuhan tenaga guru
per tahun hanya 40,000 saja. Inilah yang saya rasa perlu adanya perbaikan
terkait seleksi masuk FKIP. Bagaimana seharusnya supply and demand tenaga guru disesuaikan agar di tahun-tahun
selanjutnya tidak ada 260,000 lulusan FKIP yang terpaksa undur diri berjuang
sebagai guru dan terdampar di kotak-kotak kerja kantor bank.
Saya sangat mendukung
adanya PPG ini. Karena dengan adanya PPG, kualitas guru dapat terjamin
mengingat dalam PPG nantinya difokuskan pada kegiatan lokakarya dan workshop
bahan ajar dan Program Pengalaman Lapangan di sekolah.
PPG merupakan program untuk
memperbaiki kualitas guru di masa depan. Jadi miris rasanya ketika kemarin
dalam audiensi PPG saya mendengar seorang mahasiswa menyebutkan bahwa jika
lulusan FKIP harus mengikuti PPG maka mengapa ada mata kuliah kependidikan, dan
mahasiswa tersebut juga menyuarakan bagaimana jika mata kuliah kependidikan
yang selama ini dia jalani dihapuskan saja. Selain mahasiswa tersebut juga
masih ada beberapa mahasiswa yang menyuarakan hal yang sama dan didukung dengan
suara serentak seisi aula. Ahh kalo saja tidak ada Bapak Dekan dan jajarannya
di depan, saya mungkin sudah melarikan diri keluar ketika termin pertama usai.
Ya saya akui saya bertahan karena saya menghormati orang-orang yang ada di
depan sana.
Selain itu, beberapa
mahasiswa mempermasalahkan mengenai PPG yang bisa diikuti oleh mahasiswa non-kependidikan atau dari ilmu murni. Meskipun Bapak Furqon sebelumnya telah
menyebutkan (dan bahkan telah menjelaskan melalui skema), tentang lulusan
non-kependidikan yang harus melalui tahap matrikulasi (matrikulasi estimasi
waktu selesai adalah dua tahun) sebelum
masuk PPG, tapi tetap saja ada mahasiswa mempertanyakan tentang nasib mereka
jika nantinya ada mahasiswa non-kependidikan yang tertarik jadi guru. Menurut
saya pribadi, dengan adanya mahasiswa non-kependidikan yang bisa ikut seleksi
PPG hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah. Secara kompetensi lulusan FKIP
lebih unggul selangkah karena selama empat tahun kuliah, lulusan FKIP sudah
banyak mendapat pelajaran tentang ilmu kependidikan yang notabene bobot soal
seleksi PPG lebih banyak berasal dari ilmu tersebut. Terkait hal ini jika anda
seorang lulusan FKIP dan anda sama sekali tidak mengenal Bruner, dan Vygotsky,
atau anda sama sekali tidak mengetahui bahwa Piaget berperan penting dalam
teori perkembangan anak, silahkan anda
ikut dalam kelompok mahasiswa yang mempertanyakan tentang nasib mereka.
Satu hal yang menjadi
doa saya selama mengikuti audiensi PPG kemarin adalah semoga Allah senantiasa menghindarkan saya dari sifat pragmatis dan oportunis.
Sepertinya cukup saja
saya menyampaikan pendapat saya terkait PPG,
berikut saya tuliskan terkait Program Profesi Guru yang dipaparkan oleh Bapak
M. Furqon Hidayatulloh dan Bapak Sajidan dalam audiensi PPG yang lalu.
Pendidikan akademik
(S1) terdiri dari 144-160 SKS.
Pendidikan Profesi Guru
:
1. PGPAUD terdiri dari 18-20 sks (ditempuh dalam
waktu 6 bulan yang terdiri dari lokakarya dan diselingi PPL di sekolah)
2. PG SMTP dan PGSMTA terdiri dari 36-40 sks
(ditempuh dalam waktu satu tahun yang dibagi menjadi enam bulan workshop/lokakarya dan enam bulan PPL di sekolah)
Jumlah mahasiswa PPG
disesuaikan dengan kebutuhan riil (supply and demand). Terkait dengan ini DIKTI
berencana untuk mengadakan seleksi PPG secara nasional disesuaikan dengan
pemetaan di tiap daerah.
Model penyelenggaraan
PPG:
1.
Concurrent
(terpadu/linier)
Program PPG Concurrent ditujukan untuk
lulusan FKIP yang mengambil program sama dengan bidang S1. Sebagai contoh saya
lulusan FKIP Pendidikan Bahasa Inggris kemudian mengambil PPG Pendidikan Bahasa
Inggris.
2.
Consecutive
(bersambung/berlapis)
Program PPG Consecutive ditujukan untuk
lulusan FKIP untuk mengambil bidang yang berbeda dari pendidikan S1. Sebagai contoh saya lulusan Pendidikan Bahasa Inggris, untuk PPG saya ingin mengambil
Pendidikan Biologi, maka hal tersebut diperbolehkan tapi harus melalui tahap
matrikulasi.
Program PPG Consecutive ini juga
memungkinkan untuk lulusan dari non-kependidikan mengikuti seleksi PPG. Untuk
mahasiswa non-kependidikan yang lolos seleksi PPG nantinya harus mengikuti
tahapan matrikulasi. Salah satu pertimbangan DIKTI menyediakan lowongan untuk
lulusan non-kependidikan mengikuti PPG adalah tidak tersedianya beberapa cabang
ilmu di LPTK. Salah satunya adalah pendidikan perikanan. Sehingga dengan
melihat kondisi ini, lulusan non-kependidikan mendapat lampu hijau mengikuti
PPG.
Alur seleksi dan matrikulasi PPG (gambar ini saya foto dari netbook saya mengingat blogspot tidak menyediakan insert shape :D ) |
Seperti yang telah saya sebutkan di atas
bahwa nantiya dalam PPG tidak ada mata kuliah namun terdiri dari workshop dan
lokakarya yang terdiri dari kegiatan training/pelatihan untuk mengemas bahan
ajar inovatif dari bidang studi yang diikuti.
Mulai angkatan tahun 2014, tidak ada PPL
untuk mahasiswa FKIP. PPL untuk mehasiswa FKIP akan diganti dengan Magang Kependidikan I, Magang
Kependidikan II, dan Magang kependidikan III (lebih jauh terkait hal ini, saya
kurang tahu). Setelah melakukan magang kependidikan, lulusan FKIP wajib
mengikuti PPG. Dalam PPG ini nantinya akan ada PPL selama enam bulan.
Dalam satu tahun PPG, kegiatan dibagi
menjadi dua, yakni:
1.
Semester 1: Workshop pengembangan perangkat
pembelajaran dan pemantapan (60%)
2.
Semester 2: PPL (40%)
Mulai tahun 2016, pengangkatan calon guru
harus sudah bersertifikasi. Untuk lulusan FKIP yang saat ini sudah mengajar dan
belum sertifikasi nantinya akan ada PPG dalam jabatan.
Bapak Sajidan dalam
audiensi kemarin menyebutkan terkait dengan surat edaran dekan beberapa waktu
lalu yang mewajibkan mahasiwa FKIP untuk mengambil topik skripsi terkait
kompetisi paedagogis atau terkait pembelajaran di kelas, hal ini ditujukan
untuk lebih mempersiapkan lulusan FKIP bersaing dalam seleksi PPG.
Biaya untuk PPG belum ada keputusan dari DIKTI
maupun universitas. Pada saat ini terdapat beberapa PPG yang sudah dilaksanakan
yakni, PPG kolaboratif, PPG berasrama, dan PPG terintegrasi. Untuk ketiga jenis
PPG tersebut masih dibiayai DIKTI.
Satu poin yang perlu
diingat, PPG diperuntukkan untuk lulusan FKIP yang bermaksud menjadi guru.
Untuk lulusan FKIP yang ingin melanjutkan ke jenjang S2 dan S3 katakanlah
menjadi dosen, belum diwajibkan untuk mengikuti PPG.
Sekian yang dapat saya
tuliskan terkait poin-poin dalam audiensi PPG kemarin. Jika ada yang ingin
menambahkan sangat disarankan.
Hal lain yang ingin
saya tambahkan dan semoga menjadi pengingat untuk kita semua adalah bahwa ilmu
yang kita pelajari dulu, sekarang dan yang akan datang akan membentuk karakter
kita.
Akhirnya, untuk menjadi
seorang guru berkarakter kuat dan cerdas tentu bukan hal mudah dan tanpa
pengorbanan. Terima kasih. Salam.