Friday, 13 June 2014

Balada Program Profesi Guru (PPG)

Halo.. Dalam tulisan saya kali ini, saya ingin menuliskan kembali mengenai Paparan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dalam audiensi PPG di Aula Gedung F FKIP UNS, 9 Juni 2014 lalu. Tapi sebelum masuk pada poin-poin yang disampaikan beliau, sebelumnya saya ingin menyampaikan pendapat saya terkait PPG. Karena sejak Program Profesi Guru menjadi trending topic di kalangan mahasiswa FKIP saya belum sekalipun mengeluarkan pendapat saya terkait hal tersebut.

Sejujurnya Program Profesi Guru (selanjutnya saya sebut PPG) merupakan jawaban dari pertanyaan saya ketika dulu saya duduk di semester tiga. Pada saat itu saya mendapat mata kuliah PROFESI KEPENDIDIKAN. Di dalam mata kuliah itu, dosen saya Prof. Dr. Suharto, M. Pd. berkali-kali menyebutkan bahwa guru merupakan sebuah profesi. Yang ada dalam benak saya kala itu, jika guru memang sebuah profesi mengapa tidak ada pendidikan profesi untuk guru seperti halnya cabang ilmu lain seperti dokter, apoteker, advokat, dan akuntan. Hingga akhirnya beberapa waktu setelah saya mendapat mata kuliah itu muncullah desas desus akan diadakannya Program Profesi Guru. Dalam hati saya bahagia karena pada akhirnya profesi masa depan saya mendapat ‘perlindungan’. Ya ‘perlindungan’ karena untuk menjadi guru yang notabene bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa, harus melalui tahapan yang ketat. Dan yang lebih melegakan lagi, menurut informasi yang saya dapatkan bahwa untuk mengikuti PPG, calon guru harus bersaing dengan keketatan setara CPNS. Dengan begitu menurut hemat saya PPG adalah sebuah penyaringan obyektif untuk menjadi tenaga guru.

Dengan proses seleksi mengikuti PPG yang ketat, daripada berargumen untuk meniadakan PPG, akan lebih bijak mungkin jika perekrutan mahasiswa FKIP yang menjadi sorotan. Bapak Furqon Hidayatulloh dalam audiensi PPG yang lalu menyebutkan bahwa lulusan FKIP di seluruh Indonesia per tahun mencapai 300,000 sedangkan kebutuhan tenaga guru per tahun hanya 40,000 saja. Inilah yang saya rasa perlu adanya perbaikan terkait seleksi masuk FKIP. Bagaimana seharusnya supply and demand tenaga guru disesuaikan agar di tahun-tahun selanjutnya tidak ada 260,000 lulusan FKIP yang terpaksa undur diri berjuang sebagai guru dan terdampar di kotak-kotak kerja kantor bank.

Saya sangat mendukung adanya PPG ini. Karena dengan adanya PPG, kualitas guru dapat terjamin mengingat dalam PPG nantinya difokuskan pada kegiatan lokakarya dan workshop bahan ajar dan Program Pengalaman Lapangan di sekolah.
PPG merupakan program untuk memperbaiki kualitas guru di masa depan. Jadi miris rasanya ketika kemarin dalam audiensi PPG saya mendengar seorang mahasiswa menyebutkan bahwa jika lulusan FKIP harus mengikuti PPG maka mengapa ada mata kuliah kependidikan, dan mahasiswa tersebut juga menyuarakan bagaimana jika mata kuliah kependidikan yang selama ini dia jalani dihapuskan saja. Selain mahasiswa tersebut juga masih ada beberapa mahasiswa yang menyuarakan hal yang sama dan didukung dengan suara serentak seisi aula. Ahh kalo saja tidak ada Bapak Dekan dan jajarannya di depan, saya mungkin sudah melarikan diri keluar ketika termin pertama usai. Ya saya akui saya bertahan karena saya menghormati orang-orang yang ada di depan sana.
Selain itu, beberapa mahasiswa mempermasalahkan mengenai PPG yang bisa diikuti oleh mahasiswa non-kependidikan atau dari ilmu murni. Meskipun Bapak Furqon sebelumnya telah menyebutkan (dan bahkan telah menjelaskan melalui skema), tentang lulusan non-kependidikan yang harus melalui tahap matrikulasi (matrikulasi estimasi waktu selesai adalah dua tahun) sebelum masuk PPG, tapi tetap saja ada mahasiswa mempertanyakan tentang nasib mereka jika nantinya ada mahasiswa non-kependidikan yang tertarik jadi guru. Menurut saya pribadi, dengan adanya mahasiswa non-kependidikan yang bisa ikut seleksi PPG hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah. Secara kompetensi lulusan FKIP lebih unggul selangkah karena selama empat tahun kuliah, lulusan FKIP sudah banyak mendapat pelajaran tentang ilmu kependidikan yang notabene bobot soal seleksi PPG lebih banyak berasal dari ilmu tersebut. Terkait hal ini jika anda seorang lulusan FKIP dan anda sama sekali tidak mengenal Bruner, dan Vygotsky, atau anda sama sekali tidak mengetahui bahwa Piaget berperan penting dalam teori perkembangan anak, silahkan anda ikut dalam kelompok mahasiswa yang mempertanyakan tentang nasib mereka.

Satu hal yang menjadi doa saya selama mengikuti audiensi PPG kemarin adalah semoga Allah senantiasa menghindarkan saya dari sifat pragmatis dan oportunis.

Sepertinya cukup saja saya menyampaikan pendapat saya terkait PPG, berikut saya tuliskan terkait Program Profesi Guru yang dipaparkan oleh Bapak M. Furqon Hidayatulloh dan Bapak Sajidan dalam audiensi PPG yang lalu.

Pendidikan akademik (S1) terdiri dari 144-160 SKS.
Pendidikan Profesi Guru :
1.   PGPAUD terdiri dari 18-20 sks (ditempuh dalam waktu 6 bulan yang terdiri dari lokakarya dan diselingi PPL di sekolah)
2.   PG SMTP dan PGSMTA terdiri dari 36-40 sks (ditempuh dalam waktu satu tahun yang dibagi menjadi enam bulan workshop/lokakarya dan enam bulan PPL di sekolah)

Jumlah mahasiswa PPG disesuaikan dengan kebutuhan riil (supply and demand). Terkait dengan ini DIKTI berencana untuk mengadakan seleksi PPG secara nasional disesuaikan dengan pemetaan di tiap daerah.

Model penyelenggaraan PPG:
1.      Concurrent (terpadu/linier)
Program PPG Concurrent ditujukan untuk lulusan FKIP yang mengambil program sama dengan bidang S1. Sebagai contoh saya lulusan FKIP Pendidikan Bahasa Inggris kemudian mengambil PPG Pendidikan Bahasa Inggris.
2.      Consecutive (bersambung/berlapis)
Program PPG Consecutive ditujukan untuk lulusan FKIP untuk mengambil bidang yang berbeda dari pendidikan S1. Sebagai contoh saya lulusan Pendidikan Bahasa Inggris, untuk PPG saya ingin mengambil Pendidikan Biologi, maka hal tersebut diperbolehkan tapi harus melalui tahap matrikulasi.
Program PPG Consecutive ini juga memungkinkan untuk lulusan dari non-kependidikan mengikuti seleksi PPG. Untuk mahasiswa non-kependidikan yang lolos seleksi PPG nantinya harus mengikuti tahapan matrikulasi. Salah satu pertimbangan DIKTI menyediakan lowongan untuk lulusan non-kependidikan mengikuti PPG adalah tidak tersedianya beberapa cabang ilmu di LPTK. Salah satunya adalah pendidikan perikanan. Sehingga dengan melihat kondisi ini, lulusan non-kependidikan mendapat lampu hijau mengikuti PPG.

Alur seleksi dan matrikulasi PPG (gambar ini saya foto dari netbook saya mengingat blogspot tidak menyediakan insert shape :D )

Seperti yang telah saya sebutkan di atas bahwa nantiya dalam PPG tidak ada mata kuliah namun terdiri dari workshop dan lokakarya yang terdiri dari kegiatan training/pelatihan untuk mengemas bahan ajar inovatif dari bidang studi yang diikuti.

Mulai angkatan tahun 2014, tidak ada PPL untuk mahasiswa FKIP. PPL untuk mehasiswa FKIP akan diganti dengan Magang Kependidikan I, Magang Kependidikan II, dan Magang kependidikan III (lebih jauh terkait hal ini, saya kurang tahu). Setelah melakukan magang kependidikan, lulusan FKIP wajib mengikuti PPG. Dalam PPG ini nantinya akan ada PPL selama enam bulan.

Dalam satu tahun PPG, kegiatan dibagi menjadi dua, yakni:
1.      Semester 1: Workshop pengembangan perangkat pembelajaran dan pemantapan (60%)
2.      Semester 2: PPL (40%)

Mulai tahun 2016, pengangkatan calon guru harus sudah bersertifikasi. Untuk lulusan FKIP yang saat ini sudah mengajar dan belum sertifikasi nantinya akan ada PPG dalam jabatan.

Bapak Sajidan dalam audiensi kemarin menyebutkan terkait dengan surat edaran dekan beberapa waktu lalu yang mewajibkan mahasiwa FKIP untuk mengambil topik skripsi terkait kompetisi paedagogis atau terkait pembelajaran di kelas, hal ini ditujukan untuk lebih mempersiapkan lulusan FKIP bersaing dalam seleksi PPG.

Biaya  untuk PPG belum ada keputusan dari DIKTI maupun universitas. Pada saat ini terdapat beberapa PPG yang sudah dilaksanakan yakni, PPG kolaboratif, PPG berasrama, dan PPG terintegrasi. Untuk ketiga jenis PPG tersebut masih dibiayai DIKTI.

Satu poin yang perlu diingat, PPG diperuntukkan untuk lulusan FKIP yang bermaksud menjadi guru. Untuk lulusan FKIP yang ingin melanjutkan ke jenjang S2 dan S3 katakanlah menjadi dosen, belum diwajibkan untuk mengikuti PPG.

Sekian yang dapat saya tuliskan terkait poin-poin dalam audiensi PPG kemarin. Jika ada yang ingin menambahkan sangat disarankan.

Hal lain yang ingin saya tambahkan dan semoga menjadi pengingat untuk kita semua adalah bahwa ilmu yang kita pelajari dulu, sekarang dan yang akan datang akan membentuk karakter kita.

Akhirnya, untuk menjadi seorang guru berkarakter kuat dan cerdas tentu bukan hal mudah dan tanpa pengorbanan. Terima kasih. Salam.

1 comment:

  1. ma'f mbak, apkah sudah ad peraturan yg jelas mngenai hal2 yg mbk tuliskan di atas?, sperti undang2 mungkin, atau permen??, terutma mngenai pengangktan calon guru yang harus memiliki sertifikat profesi stelah 2016 dan tidak adany PPL lagi bagi mhasiswa kependidikan??

    ReplyDelete