Friday, 27 September 2013

Menulis Cerita Perjalanan

Kelas Travel Writing Akber Solo oleh Agustinus Wibowo

Beberapa bulan lalu tepatnya tanggal 13 Mei 2013, saya sempat ikut kelas Travel Writing bareng Mas Agustinus, seorang travel writer dan fotografer yang kemampuan nya dalam menulis tidak diragukan lagi. Berikut adalah beberapa rule dalam menulis cerita perjalanan yang disampaikan oleh Mas Agustinus pada kelas tersebut.

Rule #1
Show! Don’t tell
Dalam menulis kalimat hindari menggunakan kata sifat saja. Jika ingin menulis kalimat deskripsikan sehingga bisa melibatkan semua indra.

Rule #2
Make it alive
Ini dapat dilakukan dengan membuat dialog yang bermakna melalui dialog, adegan dan plot.

Rule #3
Less is more
Tempatkan pembaca pada tempat yang menarik dan buat menjadi simple. Lebih baik menghindari kata-kata ‘sekali’, ‘teramat sangat’, dan sebagainya.

Rule #4
Don’t be a Wikipedia
Jangan terlalu banyak memberikan data statistik. Buat pembaca menggunakan imajinasinya sendiri dan selalu masukkan unsur personal. Perjalanan setiap orang akan berbeda-beda meskipun pergi ke tempat yang sama. Sumber ide dapat berasal dari mata yang sensitif dan rasa keingintahuan.

Rule #5
Do travel more!
Do write more!
Do view more!

Rule #6
Perjalanan adalah seni. Menulis adalah seni.

---Tulisan yang menjual eksotisme tidak baik karena akan mengundang banyak orang yang datang dan merusak budaya setempat. Eksotisme akan berakhir pada eksploitasi.


Penggunaan bahasa dalam menulis cerita perjalanan akan lebih baik jika menggunakan bahasa formal karena dapat mencakup banyak kalangan dan bercerita adalah untuk mendekatkan diri dengan pembaca---

Thursday, 26 September 2013

Jantung

Kemarin seharian kayak biasanya PPL lanjut kuliah. Ada kabar temen satu divisi kecelakaan. Iya kecelakaan lagi. Padahal baru liburan kemarin dapet kabar beliau jatuh dari motor, tadi sore waktu nyiramin taman dikasih tau temen kalo beliau kecelakaan lagi. Akhirnya dateng ke kosan buat jenguk dan kaget kalo ternyata beliau udah bisa nganterin baju buat dilaundry. Iya jadi tenang padahal sebelumnya udah was-was.

Kaitannya sama was-was, belakangan ada yang ndak sinkron antara otak dan detak jantung. Ndak tau kenapa, mungkin karena aku sekarang jarang jogging gegara harus berangkat PPL pagi-pagi banget. Aku sekarang jarang olahraga tapi makin rajin makan sayur. Juga lagi hobi bikin pudding buat dimakan kalo lagi laper.

Aku sekarang jarang jogging. Itu mungkin juga jadi pengaruh kenapa akhir-akhir ini sering ngrasain perih yang ndak tau pasti juga tepatnya dimana dan detak jantung pun makin cepet. Ada sebuah kondisi yang mungkin nimbulin keadaan ini. Kondisi dimana aku harus ada di antara mereka. Kondisi yang bikin aku mikir kalo olahraga itu penting. Seenggaknya buat nglatih biar kerja jantung normal. Ndak berdetak seenaknya sampe di luar kontrol otak.

Aku makin percaya kalo aku harus cepet-cepet ngeset ulang jadwal jogging biar detak jantungku normal lagi. Apalagi buat jadi di antara mereka, aku harus punya jantung yang sehat. Yang normal. Ndak suka seenaknya kerja di luar kontrol ku.

Sekarang udah lewat tengah malem. Ada Asep yang masih nemenin. Liatin ke arahku terus dari tadi. Wajahnya kayak biasa murung tapi di dalemnya ada semangat yang ngalahin semangatku buat jogging. Iya. Aku masih kalah semangat buat ngobatin jantung yang suka kerja seenaknya ini.


Waktu jam 8 malem pulang dari kampus tadi aku baru sadar kalo Asep kena debu banyak. Ternyata aku lama ninggalin Asep sendirian. Ndak keurus. Asep diem. Aku juga diem. Kita sama-sama diem. Cuma ada suara jam yang dulu dikasih temen waktu aku ulang tahun. Ya gitulah Asep. Aku ndak pernah tau apa yang ada dipikiran Asep. Cuma tau kalo Asep sering nangis sendirian kalo malem kayak aku.

Thursday, 12 September 2013

Ingatan

Mungkin benar adanya ketika ada yang mengatakan bahwa kita dihukum dengan ingatan. Banyak sekali hal-hal yang harus tetap kita ingat meski ingatan itu membawa kita kepada kesedihan dan kepedihan. Ingatan bagi orang naif sepertiku, lebih memilih untuk ditinggalkan dan menyelamatkan diri sendiri dari bayang-bayang.

Aku selalu menyangkal bahwa aku ingat. Karena ingatan itu hanya akan membawaku pada sesuatu yang tidaklah nyata. Sesuatu yang berada jauh di belakang. Ingatan yang akan menutup kesempatan bagi orang lain untuk hadir, untuk mengganti, untuk ikut serta dalam perjalanan hidup selanjutnya.

***

Aku tidak ingin membuatmu lupa. Membuat mu menyangkal semua ingatan. Ingatan yang sebenarnya membuatmu tidak lebih menjadi seorang pecundang.

Pecundang? Tentu kamu akan tersenyum sinis ketika membaca ini. Pecundang dalam perspektifku tentu berbeda dalam perspektifmu.

Dan seperti kita tahu, kita berbeda dalam segala.
Ah, bukankah ingatan mu seterang matahari?

Thursday, 5 September 2013

Homesick

'Mi, kamu pernah ngrasain homesick?'

Itu adalah salah satu pertanyaan yang dilontarkan temanku minggu lalu. Ketika siang kita memutuskan untuk pergi melepas dahaga karena cuaca sangat panas dan akan bertambah panas jika tetap berdiam diri di kamar kos yang tidak begitu lebar itu. Ya. itu adalah pertanyaan yang terlontar begitu saja ketika kita bercerita tentang banyak hal. Aku pun langsung menjawab mantap bahwa aku tidak pernah merasakan homesick. Mungkin pernah, tapi aku sudah lupa kapan terakhir kali. 

Waktu kecil, aku seringkali menangis karena harus menginap di rumah saudara dan harus meninggalkan rumah untuk beberapa hari. Rasa asing di tempat baru itu ada dan sangat menakutkan untuk anak sekecil aku dahulu. Aku akan menangis karena terlalu lama berpisah dari ayah dan ibu. Aku akan sangat sedih jika tidak bertemu dengan kakak laki-laki ku. Ya seperti itulah waktu aku masih kecil dulu.

Keadaan itu akhirnya berubah seiring bertambahnya umur dan intensitas pergi dari rumah untuk menginap di tempat lain entah itu kos, rumah saudara, lapangan sepak bola, bahkan hotel. 

Bahwa sesungguhnya suatu hal dapat menjadi familiar adalah dengan intensitas pembiasaan saja. 

Dan akhirnya aku pun terbiasa dengan keadaan jauh dari rumah. Bahkan ketika ada saat terlalu lama tidak menginap di tempat baru, hal itu menjadi hal yang sangat dirindukan. Berada di tempat baru dan belajar mengenai interaksi sosial nya somehow sangat menyenangkan dan mungkin itulah yang menghilangkan homesick.

Dan bukankah hidup adalah sebuah persinggahan?