Sunday, 21 September 2014

What they called as LOVE

Yesterday I did tutoring in my student’s home. After we finished do her homework, she started ask me question. She asked me question related to her last relationship. Since I am an English teacher not love teacher or consultant in the relationship, I didn’t really know what the answer is but I tried to answer her question.

She asked me about this thing:

Miss, I and my boyfriend broke up last January. But until now when I saw him with another girl my tears came down and my heart broke again and again. Yesterday I saw him talked with another girl in school’s garden and I didn’t know why I cried and felt sad. My friend said that I still love him but my feeling didn’t run like before. Do I still love him?


Saya tidak tahu pasti tentang perasaan kamu ke dia itu apakah perasaan masih suka atau tidak but all I know is that when you love someone you won’t feel sad, cried, or disappointed when you know that he is doing well. When you sincerely love him, kamu nggak akan meminta dia untuk juga cinta atau suka sama kamu. Just like that.


She said:
But When I was in relationship with him, I did it seriously and I sincerely loved him.

I asked:
So why you broke up with him when you know that you sincerely love him?


She answered:
Dia nggak antar aku pulang padahal tahu aku sakit Miss. Malah aku lihat dia lagi main di taman sama teman-temannya. Ada tiga orang cewek lagi. Padahal waktu itu aku sakit parah dan sebelumnya beberapa hari nggak masuk.

The demand to be safe in relationship inevitably breeds sorrow and fear. This seeking for security is inviting insecurity.

Seperti cerita murid saya ini. Ketika seorang memutuskan untuk memiliki hubungan khusus  dengan seseorang, apa yang dia dapat tidak lebih hanya sebuah ketakutan. Ketakutan jika suatu saat dia nggak cinta lagi, ketakutan jika dia temenan dengan teman perempuan (di sini saya mengambil sudut pandang dari perempuan karena murid saya perempuan. Tapi tidak bisa dielakkan laki-laki pun juga mengalami hal ini. So this writing can be read both male and female), dan ketakutan-ketakutan yang lain, yang itu muncul dari adanya sebuah hubungan.

So what is love?
In what they call human love they see there is pleasure, competition, jealousy, the desire to possess, to hold, to control, and to interfere with another’s thinking.

Di sini apa yang disebut dengan cinta adalah bukan bagaimana seorang mengekspresikan cintanya kepada orang lain tapi sebenarnya apa cinta itu.

Ketika seorang menjalin hubungan khusus, ia akan cenderung memahaminya dengan sebuah pleasure. Dia akan senang ketika orang yang dia cintai ternyata juga cinta dia. Dia akan merasa cemburu jika orang yang dicintai dekat dengan orang lain. Dia akan merasa terancam jika orang yang dia cintai pergi bermain dengan teman-teman segengnya. Dia akan mudah mengontrol apa yang orang itu suka dan lebih jauh daripada  itu dia akan mulai ikut ambil bagian dari orang yang dia cintai pikirkan tentang suatu hal.

To love and being loved is more than that. To love is like when I am planting the tree, I just want the tree to grow up. Mempelajari bagaimana ia bisa tumbuh tinggi. Bagaimana agar ia menjadi subur dan tumbuh dengan baik. Untuk menanam pohon itu saya harus mencari biji terbaik, tanah terbaik, merawatnya dengan sepenuh hati sepanjang waktu. That’s what I call as love. Tanpa kita tahu apa yang akan terjadi suatu hari nanti. Cinta adalah untuk hari ini. There is no ‘I will love’ or ‘I have loved’ but all I know is ‘I loves’.

Let’s go back to my student’s question then. Does she still love her ex?

When she cried, sad, and disappointed because she saw that her ex did well with his friends, I can say that she doesn’t love him anymore she just pitied herself. Seseorang yang pernah bersama, bermain, belajar, pulang sekolah, dan lain-lain yang mereka lakukan bersama dengan bahagia dahulu, sekarang orang tersebut pergi dengan orang lain dan memiliki kebahagiaan yang sama dengan apa yang dia rasakan dahulu. The tears were not from her feeling to him but the tears were because she couldn’t be with him anymore and experienced the happiness that they have shared.

Love is really not like that. Ketika seorang mencintai orang lain dan dalam cintanya masih ada fear, jealousy, anxiety, guilt, and so long as there is fear there is no love; a mind ridden with sorrow will never know what love is. Ketika dalam mencintai seseorang masih ada ketakutan apakah cintanya akan mendapat balasan, masih ada kesedihan karena dia ngobrol dengan teman lain, masih ada ketakutan ketika dia nanti suatu saat akan berubah dan pergi meninggalkan, so there is no love. Love must be freedom from all those things. Love must be free from pleasure and desire.

Dan ketika seorang mulai mencintai, jangan sampai cinta tersebut mengubahnya menjadi seorang yang berbeda. Seorang yang bertindak berlebihan karena orang yang dicintainya pergi dengan orang lain atau dia tidak mendapat balasan dari cintanya.

A friend of mine said jika cinta kamu hanya membuat kamu bertindak berlebihan dan tidak menjadi diri kamu yang sebenarnya, maka tinggalkan orang yang kamu ‘cintai’ itu. What you feel is not love.

So what love is?

Love is when you do not know what to do. You do nothing. Absolutely nothing.

And I ended yesterday talk with krishnamurti’s opinion about love.

When you love someone you are completely silent. It means that you are not seeking, not wanting, not pursuing; there is no center at all. Then there is love.

Finally, she smiles at me.

3 comments: